Oleh :
Imam Maulana
(Sekjend
KAMMI Daerah Serang)
Jika berbicara tentang organisasi KAMMI, maka yang
terbersit dalam fikiran kita adalah kader-kadernya yang soleh. (masihkan berfikir
demikian?) . KAMMI yang memiliki masa tradisional berbasis gerakan tarbiyah ini
telah membuat sebuah rancangan manhaj kaderisasi yang cukup baik. Dalam hal
pembinaan tidak jarang kader KAMMI pun terbina oleh dua sentuhan sekaligus.
Sentuhan gerakan tarbiyah secara umum dan lebih khusus sentuhan gerakan KAMMI
itu sendiri secara organisasi. Kalau capaian tarbiyah itu kita mengenal dengan
10 Muwasofat dan mutabaah yaumiah, di KAMMI pun ada yang sejenisnya, yaitu
lebih khusus lagi yakni, IJDK (Indeks Jati Diri Kader).
Dua sentuhan inilah yang kemudian membentuk kepribadian
kader KAMMI. Tapi saya tidak akan membahas dualisme sentuhan itu di dalam
tulisan ini. Tentu dalam bergerak sebagai kader KAMMI wajib untuk mengikuti
segala macam aturan yang telah dibuat, AD ART, GBHO dan Manhaj organisasi.
Pernah ada yang berujar “Kader KAMMI sekarang udah gak
seperti dulu”. Untuk menyatakan hal itu tentu tidak boleh asal menilai
sembarangan. Harus disikapi secara bijak dan dinilai secara objektif dan
komperhensif. Dalam bukunya Jalaludin Rakhmat berjudul Rekayasa Sosial
disinggung tentang kesalahan berfikir. Yang pada intinya ialah bahwa kita tidak
bisa membuat penilaian yang sama dalam konteks kondisi yang berbeda. Kalau yang
dimaksud adalah perubahan gerakan antara kondisi dulu dan saat ini, maka dapat
kita sepakati bahwa hal itu adalah sebuah kewajaran. Setiap zaman memiliki
ujian yang berbeda-beda, maka respon dan
penyikapannya pun bisa jadi berbeda. Kita tidak bisa menilai negatif perubahan
ini, selama masih dalam konteks pengejawentahan visi.
Kalau
yang dimaksud berubah di sini adalah perubahan menurunnya komitmen
kader-kadernya dapat saya pastikan pelaku-pelakunya hanyalah oknum. Siapakah
oknum-oknum itu? Ciri-cirinya sangat mudah dikenali. Jika doi sudah tidak kita
temui di sepertiga malam, boleh jadi doi termasuk ke dalam oknum tersebut.
Walaupun tidak diterangkan secara eksplisit mengenai ibadah, sebagai
kader-kader KAMMI yang memahami gerakan KAMMI, tentu ia akan sangat menjaga
hubungannya dengan Allah Swt. Dalam sebuah kesempatan saya pernah ikut kajian
untuk kader-kader KAMMI dalam hal ibadah. “Kader-kader KAMMI itu seharusnya
lebih rajin ibadahnya daripada kader-kader LDK (Lembaga Dakwah Kampus). Karena
kader-kader KAMMI lebih sering bertemu dengan gesekan-gesekan dalam
pergerakannya. Maka dari itu kita harus lebih dekat dengan Allah, supaya kita
diberikan kekuatan untuk menghadapi gesekan-gesekan itu” ujar pemateri yang
sekaligus pernah menjabat sebagai ketua 1 PP KAMMI tersebut.
Komitmen
kader KAMMI kepada Allah bisa jadi berpengaruh terhadap komitmennya kepada
organisasi. Saya ingin mengutip ungkapan yang sedikit keras dari sahabat saya
di gerakan kiri, “Ketidakpatuhan seorang kader kepada ketua umum, adalah bentuk
penghianatan terhadap organisasi”. Kalau di kita lebih familiar dengan bahasa Sammi’na
wa ato’na (kami mendengar dan kami taat). Kekuatan KAMMI berada di
kader-kadernya, nah kalau kader-kadernya sulit dimobilisasi atau diberikan
intruksi, maka selesailah sudah. Dimana bentuk komitmen terhadap jati diri
sebagai kader KAMMI, kalau intruksi ketua umum saja tidak dijalankan? Tak terbayang
jika hal itu terjadi dalam sebuah pertempuran.
Berat
kiranya mengaku sebagai kader KAMMI kalau :
-
Sholat tidak tepat waktu
-
Tilawah kurang dari satu
juz /hari
-
Tidak pernah shaum
sunnah
-
Males hadir kajian
-
Selalu datang terlambat
-
Sulit untuk diperintah
-
Lalai amanah (waktu
dipakai sia-sia)
-
Sering memelihara
penyakit hati
-
Lambat dalam merespon
intruksi
-
Dan isi lah yang
lainnya....
Dengan pembinaan dalam pembentukan
kader oleh dua sentuhan tersebut, aneh jika masih ada oknum kader yang kualitas
komitmennya masih dipertanyakan, Harus dievaluasi ini (pun saya sendiri harus
dievaluasi). Kader KAMMI bukan hanya memiliki wawasan yang mumpuni, namun juga
memegang komitmen yang kuat terhadap islam. Salam gen pejuang!