Headline

Berita KAMMI

Agenda rutin

tsaqofah

Gerakan dakwah

Buletin Kammi

Tokoh Kita

» » Pemuda dan Reformasi

Peran pemuda dirasakan sangat penting karena mereka mempunyai beberapa potensi, yaitu bathul himmah fi at tasaaulat (membangkitkan semangat didalam bertanya / bersikap kritis), naqlul ajyaal (memindahkan dari generasi ke generasi), tajdid maknawiyah al ummah (memperbaharui moralitas ummat), dan anasir ishlah (unsur perubah).[1]

Risalah islam atau apapun bentuk perubahan itu, hanya dapat dilaksanakan dengan optimal oleh para pemuda. Sepanjang perjalanan dakwah manusia dari Nabi Adam hingga kepada Rosulullah SAW dan diteruskan hingga hari ini, membuktikan bahwa perubahan- perubahan senantiasa dipelopori oleh para pemuda. Pemuda yang potensial dimasa sekarang ini adalah mereka yang berkumpul sebagai pelajar/ mahasiswa.

Keberadaan pemuda dalam  kehidupan kemanusiaan sangat penting, karena pemuda potensial dalam mewarnai perjalanan sejarah umat manusia. Pemuda adalah calon pemimpin masa yang akan datang, pemudalah yang akan merubah umat menjadi baik dan jaya atau sebaliknya. Bila dialihkan secara baik, jiwanya tidak ternoda oleh lumpur kemaksiatan dan terjaga kebersihannya, suci fitrahnya, jauh dari unsur kehidupan yang merusak maka ia akan menjadi motor utama penggerak kesucian dan perbaikan. Kondisi generasi muda oleh karena itu merupakan parameter masa depan suatu bangsa. Apabila kondisi pemudanya baik, maka akan baik pula kondisi bangsa tersebut dimasa depan dan begitupula sebaliknya.[2]

Pemuda memiliki idealisme yang tinggi, tidak takut menanggung resiko akan keyakinan yang dibawanya, gesit dan terpenting adalah memiliki fikroh yang masih bersih (QS. Al- Kahf :13)        

Artinya : kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda- pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambahkan petunjuk kepada mereka.

Pemuda sebagai produk generasi yang serba ingin tahu, pemuda selalu ingin menunjukan kebolehannya dan kemampuannya dalam meraih cita- cita, meraih izzah (kemuliaan) dunia dan akhirat, memiliki semangat dan kemampuan untuk belajar sekaligus mudah menyerap kebaikan- kebaikan atau bahkan mudah terpengaruh hal- hal keburukan (kemaksiatan) yang tidak baik.

A. Pengertian Reformasi

Reformasi sudah berjalan sebelas tahun. Meski tampak ada perbaikan, namun dirasakan masih belum signifikan. Reformasi berjalan setengah hati. Penyebabnya, karena para politisi masih terbelenggu kekuasaan. Isi “kepentingan rakyat” atau “kesejahteraan rakyat” hanya jargon kampanye untuk mengejar tampuk kekuasaan. Namun setelah kekuasaan ditangan maka rakyat pun ditinggalkan, dibuang begitu saja dengan tingkah kotor para politisi korup.

Sejatinya kekuasaan adalah sarana untuk mensejahterakan rakyat, karena sebenarnya itulah fungsi kekuasaan dalam politik. Kekuasaan dapat membuat seseorangb melakukannsesuatu hak yang tidak dapat dilakukan oleh kebanyakan orang. Namun, kekuasaan yang “lurus” membutuhkan sejumlah syarat diantaranya adalah adanya check and balance.[3]

Bangsa Indonesia memiliki pengalaman pahit yaitu hidup dibawah rejim otoriter orde baru. Ketika kita cermati lebih teliti, krisis yang terjadi pada masa orde baru terjadi sebagai buah dari kebijakan ekonomi politik yang telah dijalani orde baru selama ini. Prilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN/1998) yang ‘dicontohkan” oleh penguasa diikuti secara “sistematik” oleh masyarakat sampai akhirnya menjadi budaya negative yang sulit diperangi.

Akibatnya tingkat produktivitas perekonomian Indonesia menjadi sangatlah merendah. Industry- industry yang dibangun dengan berbasis pada hutang luar negeri dan bahan baku impor juga ikut mengambil peran bagi ambruknya perekonomian Indonesia. Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sakit, gonjang- ganjing politikpun tak dapat lagi dihindari.

Dalam situasi seperti itulah Mahasiswa yang mulai tercerahkan sejak era Sembilan puluhan tampil ketengah- tengah masyarakat untuk memainkan peran strategisny. Melalui lembaga- lembaga formal intra kampus seperti senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) mahasiswa mengorganisir diri untuk menggelar aksi- aksi protes dimana- mana. Pada awal 1998 tiba-tiba mahasiswa seperti menemukan kembali ruh gerakannya yang selama ini tersembunyi. Tiba- tiba saja terbangun budaya kritis yang massif dikalangan mahasiswa. Mahasiswa menjadi begitu peka dan responsive terhadap persoalan masyarakatnya.

Energy gerakan menjadi sangat kuat ketika mahasiswa memvariasikan gerakannya dalam wadah- wadah baru diluar lembaga- lembaga mapan yang selama ini ada, baik di intra maupun di ekstar kampus. Pada saat itu muncul elemen- elemen aksi seperti BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), HMI (Himpunan Mashasiswa Islam), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), dan lain sebagainya.[4]

Enam visi Reformasi memuat 6 hal yang merupakan agenda gerakan mahasiswa sebagai tolak ukur (koridor) untuk menilai apakah perjalanan reformasi telah sesuai dengan tuntutan hati nurani rakyat. Keenam hal itu adalah[5]:

1. Penegakan supermasi hukum dengan jalan pengadilan terhadap soeharto. Selama 32 tahun berkuasa soharto telah melakukan dosa- dosa politik dsn ekonomi sehingga membawa bangsa Indonesia kedalam krisis multidimensional yang berkepanjangan. Budaya KKN yang dibangun dan dikembangkan menghasilkan kerusakan disemua lini kehidupan bangsa. Untuk dosa- dosa itulah, soeharto harus diadili. Hokum harus diadili dengan menyeret soeharto ke meja hijau.

2. Hapus Dwi Fungsi ABRI/TNI. Dwi Fungsi ABRI/TNI yang selama ini diperaktekan telah menghasilkan suatu system politik yang rusak. Keberadaan ABRI/TNI di DPR harus ditinjau ulang. ABRI/TNI harus steril dari kehidupan politik karena kedudukannya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.

3. Amandemen UUD 1945. UUD 1945 yang telah dihasilkan oleh founding fathers bukan suatu yang final karena dipersiapkan dalam waktu yang sangat singkat. Masih banyak kekuranagn yang harus disempurnakan. Contoh yang paling nyata adalah pasal tentang pembatasan masa jabatan presiden. Agar UUD 1945 tidak dijadikan alat penguasa untuk menjadikan system politik yang otoriter, maka harus ada amandemen terhadap beberapa pasal yang cenderung kesana.

4. Otonomi daerah seluas- luasnya. Sentralisasi yang selama ini dijalankan telah menghasilkan ketidak adilan sehingga menumbuhkan kekecewaan yang luar biasa dari daerah. Daerah- daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar belum merasakan kemakmuran sebagai mana mestinya. Kekayaan- kekayaan daerah dieksploitasi dan yang merasakan manfaatnya justru orang- orang pusat, sedangkan daerah mendapatkan bagian yang tidak proporsional. Untuk mengakhiri ketidakadilan dan kekecewaan yang lebih luas yang pada akhirnya akan menimbulkan diintegrasi bangsa, maka daerah harus diberikan wewenang untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Hal ini bias terwujud ketika ada “political wiil” dari pusat.

5. Penegakan Budaya Demokrasi Rasional. Demokrasi yang selama ini dibangun masih dikotori dengan budaya anarkisme (kekerasan) atau budaya yang tidak rasional yang menghambat penegakan demokrasi di indonesia. Untuk itulah semua elemen bangsa harus bekerja memberikan pendidikan politik kepada rakyat agar anarkisme dan segala bentuk budaya yang tidak masuk akal segera terkikis.

6. Pertanggung jawaban Orde Baru. Selama 32 tahun orde baru telah melakukan dosa- dosa yang sangat besar kepada rakyat. Untuk itulah maka orde baru harus bertanggung jawab dengan jalan minta maaf kepada rakyat akan pengambilan asset- asset yang diperoleh secara tidak legal kepada Negara. Masyarakat yang marah kepada pemerintah dengan serta merta di belakang gerakan mahasiswa. Rezi Orde Baru pun tidak  dapat mempertahankan kekuasaanya. Presiden soeharto pada tahun 1998 mengundurkan diri setelah 32 Tahun berkuasa di Indonesia.

B. Pemuda dan Reformasi

Kehadiran pemuda atau mahasiswa itu sangat idelu- elukan bagai menyongsong suatu perubahan dan pembaharuan. Aksi reformasi disegala bidang juga peran pemuda dalam membawa masyarakat madani. Perubahan yang dibawa oleh pemuda ini tidak mungkin dapat dibawa oleh orang tua atau anak- anak. Potensi yang dimiliki oleh pemuda dan mahasiswa mampu membawa kepada kejayaan yang hakiki. Peran pemuda dalam mebawa risalah islam oleh karenanya menjelaskan beberapa potensi yang dimiliki pemuda yang harus dikembangkan melalui pembekalan sperti “Tarbiyah”. Potensi pemuda ini dapat digerakan hingga mencapai objektif yang suci dan mulia yaitu “ustadziyyatul’alam” (membimbing dan memakmurkan alam semesta).[6]


Gerakan Mahasiswa Era 1974. Orde baru yang mulai menyimpang dan hegemoni produk- produk jepang yang mengancam kemandirian ekonomi Indonesia mendorong mahasiswa begerak. Dari juli 1973 sampai januari 1974 terjadi demonstrasi mahasiswa dan pemuda hampir setiap hari diberbagai kota. Gerakan mempersoalkan dampak penjajahan dari modal asing adan hutang dan juga menuntut penghapusan jabatan asisten pribadi presiden. Peristiwa puncak kerusihan dan demonstrasi mahasiswa terjadi pada tanggal 15 januari 1974 yang dikenal sebagai peristiwa MALARI (Mahasiswa Lima Belas Januari).[7]

Gerakan mahasiswa Era 1978. Aksi- aksi menolak Suharto mulai bermunculan dari mahasiswa dan pelajar. Pemerintah menganggap gerakan mahasiswa sebagai amcaman. Untuk meredam gerakan mahasiswa, pemerintah memberlakukan NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus) dan membentuk BKK ( Bada Koordinasi Kampus). Dengan keluarnya peraturan dari pemerintah tersebut DEMA (Dewan Mahasiswa) dibubarkan, organisasi ekstra kampus dilarang beraktifitas didalam kampus dan semua katifitas kemahasiswaan berada dibawah pengawasan BKK yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah.[8]

Gerakan mahasiswa Era 1998. Krisis moneter menghantam bangsa Indonesia akibat kezoliman ekonomi yang dilakukan orde baru. Mahasiswa turun kejalan menolak KKN (Koruosi, Kolusi dan Nepotisme) serta menuntut presiden soeharto mundur. Duniapun menjadi saksi heroism demonstran mahasiswa yang memenuhi jalan- jalan diberbagai daerah. Masyarakat dan gerakan mahasiswa marah terhadap pemerintah, dan rezim orde barupun tidak mampu mempertahankan kekuasaannya.

Presiden Soeharto mengundurkan diri setelah berkuasa selama 32 Tahun di Indonesia.
Gerakan Mahasiswa Era Reformasi. Pergerakan mahasiswa Indonesia tidak pernah mati Mahasiswa bertekad mengawal proses reformasi yang digulirkan tahun 1998.mahasiswa senantiasa di garda terdepan dalam menyikapi berbagai kebijakan pemerintah.[9]

C. Bergerak Mengawal Reformasi

Reformasi mei 1998 telah melahirkan harapan dan kecemasan. Melahirkan harapan karena dengan reformasi perubahan kearah perbaikan dapat segera dilakukan. Tapi, mengandung kecemasan karena khawatir ia tidak sampai pada tujuannya. Penyelewengan dan pengkhianatan selalu saja menjadi kemungkinan- kemungkinan yang menakutkan. Karena memang, sebagaimana dikatakan oleh Tan Malaka dalam risalahnya yang berjudul Massa Aksi, bahwa setelah rezim otoriter dilakukan oleh kekuatan rakyat, maka selalu saja ada satu masa yang disebut sebagai masa peralihan. Dan ini sesungguhnya adalah masa yang sangat krisis.

Reformasi mei 1998 tidak boleh menjadi repetisi sejarah kelam pergerakan rakyat, sebagaimana telah terjadi pada tahun 1945 dan 1966. Hal ini akan sangat berbahaya, karena hanya akan menyebabkan rakyat jenuh dan muak dengan jani- jani elit. Kalau sebelumnya rakyat berjuang untuk mendapatkan kebebasannya, maka suatu saat mungkin terjadi sebaliknya, rakyat justru akan lari dari kebebasannya[10]. Oleh karena itu kita harus bias memastikan bahwa reformasi Mei 1998 bukanlah janji kosong tanpa harapan.

Mahasiswa dan  reformasi mei. Semangat mahasiswa yang penuh idealisme, penuh gairah keberanian merupakan karakteristik khas kaum muda. Mereka amat peka melihat ketidak beresan disekeliling lingkungannya. Mereka amat peka mendengar denyut jantung kehidupan rakyat yang tertindas. Jati diri mahasiswa seperti inilah yang telah mempelopori gerakan reformasi mei 1998. Jati diri ini tidak berubah sedikitpun hingga hari ini. Pemahaman mahasiswa 1998 akan menjadi sejarah kebangsaannya, mengharuskan mereka mewaspadai setiap masa transisi. Oleh karena itu, maka mahasiswa 1998 bertekad untuk mengawal reformasi.[Ed/Ah]

Ditulis oleh :
D'Arista Dewie

_____________________
Referensi :
[1] Amin Sudarsono. Ijtihad Membangun Basis Pergerakan. 2010. Hal 3
[2] Ibid hal 3
[3] Fitron Nur Ikshan. Mencurigai Kekuasaan. 2009. Hal 7
[4] Indra Kusumah. Risalah Pergerakan Pemuda dan Mahasiswa. 2011. Hal. 20
[5] Andi Rahmat. Gerakan Perlawanan Dari Mesjid Kampus. 2001. Hal.162
[6] Amin Sudarsono. Ijtihad Membangun Basis Gerakan. 2010. Hal.4
[7] Indra Kusumah. Risalah Pergerakan Pemuda dan Masyarakat. 2011. Hal.18
[8] Ibid hal.19
[9] Ibid hal.20
[10] Andi Rahmat. Gerakan Perlawanan dari mesjid kampus. 2011. Hal.197

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

1 komentar: